Penyelenggara Digital Masuk Industri, Perlu Revisi UU Telekomunikasi

Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai arti telekomunikasi tidak sekedar layanan telepon saja sekarang. Jadi, undang-undang (UU) ini harus direvisi pemerintah dan DPR lantaran sudah berusia 16 tahun.

“Apakah layanan telepon melalui aplikasi dapat didefinisikan layanan telekomunikasi? Kata undang-undang itu layanan telekomunikasi karena definisi telekomunikasi apapun yang menyampaikan suara dari A ke B itu telekomunikasi. Tapi, nyatanya (saat ini) enggak,” kata Wakil Ketua ATSI Merza Fachys di Jakarta pada Kamis (15/5/2025).

“Mereka (layanan over the top/OTT) bebas, bukan layanan telekomunikasi karena kalau begitu itu dinyatakan layanan telekomunikasi, maka ada tuntutan lainnya kan, harus ada QoS (Quality of Service), harus ini gitu. Ada aturan-aturan yang harus dipenuhi, nggak boleh ada drop call, nggak boleh ini itu. Sementara telepon masih ngikuti itu semua, kita harus lapor tiap bulan QoS. Nah, ini gimana?”.

Saat ini UU Telekomunikasi hanya mengatur pelaku industri terbagi dua yaitu penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa.

Padahal, pelaku digital telah masuk industri telekomunikasi yang tidak dikenakan kewajiban sebagai penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa. Jadi, pemerintah diminta merumuskan kembali nakan layanan digital dengan merevisi UU Telekomunikasi.

“Yang kasihan mohon maaf, saya katakan yang kasihan adalah pelaku telekomunikasi karena kewajibannya masih seperti dulu. Masih seperti dia menguasai segala macam hal dalam industri ini, padahal sudah nggak, yang lain justru yang sekarang menguasai semua hal dalam industri ini, nggak ada kewajibannya. Mari kita tata ulang. Penataan ini sudah sangat urgent, mari kita diskusikan di forum,” ucapnya. (adm)

Sumber: detik.com