Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan satelit dinilai sebagai aset yang perlu dilindungi lantaran perang modern tidak terjadi di darat, laut, dan udara. Bahkan, ini bisa berlangsung di ruang siber dan luar angkasa.
Periset Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, Dicka Ariptian Rahayu, mengatakan satelit dianggap sebagai aset yang perlu dilindungi, karena berkaitan dengan pertahanan, navigasi, komunikasi, dan intelijen.
“Kerusakan atau gangguan pada sistem satelit menjadi gangguan besar pada operasi militer dan sipil,” katanya.
Hal ini disampaikannya dalam Kuliah Kerja Pasis Seskoau Angkatan 62 dan Sesau Angkatan 19 Tahun 2025 di Kawasan Sains Ibnoe Soebroto, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat (Jabar) belum lama ini dengan judul ‘Pengamanan Satelit dari Serangan Siber’.
Dicka Ariptian Rahayu meneruskan beberapa jenis serangan siber yang bisa dialami satelit seperti hacking, jamming, spoofing, dan malware. Hacking (ground or space segment) dilakukan dengan akses ilegal pada sistem kendali satelit dan stasiun bumi.
Pada sisi Jamming dilakukan dengan mengganggu sinyal radio antara satelit dan stasiun bumi, sehingga berakibat kehilangan komunikasi.
Sementara itu Spoofing dilakukan dengan mengirim sinyal palsu untuk menipu sistem penerima, sehingga bisa menyebabkan pesawat atau peluru kendali tersesat.
Untuk malware dilakukan dengan menyusup ke perangkat lunak kontrol satelit dan stasiun bumi bisa menonaktifkan, memanipulasi, dan merusak data satelit.
“Pada 2022, pernah terjadi serangan siber terhadap jaringan satelit Viasat yang memutus komunikasi militer dan sipil di Eropa Timur,” ujarnya.
Satelit LAPAN-A1/LAPAN-TUBSAT pernah diserang dengan teknik social engineering guna memperoleh akses, melakukan command (perintah), dan mengaktifkan reaction wheel satelit pada 2011.
“Serangan seperti ini berpotensi mengganggu hubungan internasional terkait pemanfaatan teknologi ruang angkasa. Untuk mengantisipasinya, kami mengubah kode kata (code word) dalam komunikasi satelit guna mencegah penyalahgunaan lebih lanjut,” ucapnya.
Dicka Ariptian Rahayu menyarankan untuk mencegah serangan siber pada satelit diperlukan beberapa strategi. Pada stasiun bumi perlu membangun firewall, intrusion detection system (IDS), intrusion prevention system (IPS), dan segmentasi jaringan untuk perlindungan awal.
Selain itu dibutuhkan enkripsi kontrol satelit untuk mencegah akses ilegal, kontrol akses fisik, pencegahan social engineering, mitigasi phishing, dan sistem cloud yang aman.
“Ground segment ini merupakan pintu masuk paling rentan, perlu pengawasan ekstra,” tuturnya.
Pada segmen link diperlukan enkripsi transmisi data, uplink, dan downlink untuk menjaga kerahasiaan.
Hal lainnya dibutuhkan anti-jamming systems guna menangkal gangguan sinyal, penggunaan protokol seperti space data link security (SDLS) untuk integritas, autentikasi, dan perlindungan dari replay attack.
Upaya pencegahan serangan siber dapat mengikuti standar dan pedoman keamanan siber seperti National Institute of Standards and Technology (NIST) Cybersecurity Framework for Space Systems,
Hal ini memberikan pedoman praktik untuk mengamankan sistem ruang angkasa, termasuk satelit dan mengelola risiko siber.
Frameworknya mencakup lima fungsi utama, yaitu mengidentifikasi, melindungi, mendeteksi, menanggapi, dan memulihkan, untuk meminimalkan ancaman terhadap kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data satelit.
“Ada juga UN Guidelines for Space Security dari PBB, yang menjadi pedoman internasional untuk memastikan penggunaan ruang angkasa yang aman, damai, dan bertanggung jawab oleh semua negara. Pedoman ini mempromosikan transparansi dalam aktivitas ruang angkasa dan pengurangan risiko konflik,” tuturnya.
Dicka Ariptian Rahayu mengemukakan satelit adalah aset vital bagi pertahanan, komunikasi, dan kepentingan nasional. Kerusakan sistem ini dapat mengganggu stabilitas infrastruktur negara.
“Ancaman siber terhadap satelit bukan lagi fiksi ilmiah. Serangan nyata seperti hacking, jamming, spoofing, phishing, bahkan social engineering telah terjadi dan dapat menargetkan satelit militer, komersial, maupun sipil,” ujarnya. (adm)
Sumber: detik.com
+ There are no comments
Add yours